Blog Berisi Seputar Artikel Terbaru | Aplikasi | Tutorial Komputer | Blogging | Info Penting

KIPRAH AMIL PADA MASA RASULULLAH SAW. DAN KHULAFAURRASYIDIN

KIPRAH AMIL PADA MASA RASULULLAH SAW.  DAN KHULAFAURRASYIDIN
I.    Pendahuluan
Islam adalah agama yang sempurna, mengatur segala aspek kehidupan manusia baik secara vertikal (hablumminallah) maupun horisontal (hablumminannas). Islam juga menjamin kehidupan manusia bahagia dan sejahtera baik di dunia maupun di akhirat. Kesempurnaan Islam tersebut telah dibuktikan dan dirasakan ummat pada masa Rasulullah dan pada sahabatnya.
Zakat adalah suatu kewajiban bagi umat Islam yang telah ditetapkan dalam Alquran, Sunah Nabi, dan Ijma’ para ulama. Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang selalu disebutkan sejajar dengan shalat. Inilah yang menunjukkan betapa pentingnya zakat sebagai salah satu rukum Islam. Bagi mereka yang mengingkari kewajiban zakat maka telah kafir, begitu juga mereka yang melarang adanya zakat secara paksa. Jika ada yang menentang adanya zakat, harus dibunuh hingga mau melaksanakannya.
Dalam makalah ini, pemakalah membahas mengenai kiprah amil zakat pada masa Rasulullah SAW. dan khulafaurrasyidin
KIPRAH AMIL PADA MASA RASULULLAH SAW.  DAN KHULAFAURRASYIDIN
II.    Rumusan Permasalahan
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yang berjudul “Kiprah Amil Zakat Pada Masa Rasulullah SAW dan Khulafaurrasyidin, meliputi:
A.    Sekilas Sejarah Zakat Pra Islam
B.    Sejarah Zakat Pada Masa Rasulullah Saw Dan Khulafaurrasyidin
C.    Kiprah Amil Pada Masa Rasulullah Saw Dan Khulafaurrasyidin





III.    Pembahasan
A.    Sekilas Sejarah Zakat Pra Islam
Sebelum Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW., semacam zakat telah dikenal di kalangan bangsa-bangsa timur kuno di Asia, khususnya di kalangan umat beragama. Hal ini terjadi atas adanya pandangan hidup di kalangan umat beragama. Hal ini terjadi atas adanya pandangan hidup di kalangan bangsa-bangsa timur bahwa meninggalkan kesenangan dunia adalah perbuatan terpuji dan bersifat kesalehan. Sebaliknya, memiliki kekayaan duniawi akan menghalangi orang untuk memperoleh kebahagiaan hidup di surga.
bangsa arab jahiliyah mengenal sistem shadaqah khusus, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an, S. Al-An’am: 136.
                                  
Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang Telah diciptakan Allah, lalu mereka Berkata sesuai dengan persangkaan mereka: "Ini untuk Allah dan Ini untuk berhala-berhala kami". Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, Maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka. amat buruklah ketetapan mereka itu.

Menurut riwayat, hasil tanaman dan binatang ternak yang mereka peruntukkan bagi Allah, mereka pergunakan untuk memberi makan orang fakir-miskin dan berbagai macam amal sosial, sedangkan yang mereka peruntukkan bagi berhala –berhala diberikan kepada para penjaga berhala tersebut. Apa yang mereka sediakan untuk berhala-berhala tidak dapat digunakan untuk memberi makan fakir-miskin dan amal-amal sosial lainnya. Sedangkan sebagian yang diperuntukkan bagi Allah dapat diberikan kepada para penjaga berhala.
Shadaqah yang berlatarbelakang kemusyrikan di kalangan bangsa Arab jahiliyah itu, setelah islam datang diubah menjadi shadaqah yang kemudian menjadi zakat, yang merupakan wajib keagamaan, yang berkedudukan sebagai salah satu rukun Islam. Zakat merupakan ibadah yang bercorak kemasyarakatan, untuk melaksanakan salah satu segi ajaran Islam tentang keadilan atau kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, zakat sering disebut sebagai ibadah maliyah ijtima’iyah, ibadah kebendaan yang bertujuan kemasyarakatan.

B.    Sejarah Zakat Pada Masa Rasulullah Saw Dan Khulafaurrasyidin
Pada zaman Nabi Muhammad SAW pada tahap awal hijrah di Madinah, zakat belum dijalankan. Pada tahun pertama di Madinah itu, Nabi dan para sahabatnya beserta segenap kaum muhajirin (orang orang Islam Quraisy yang hijrah dari Mekah ke Madinah disebut muhajirin) masih dihadapkan kepada bagaimana menjalankan usaha penghidupan di tempat baru tersebut. Sebab selain memang tidak semua di antara mereka orang yang berkecukupan, kecuali Usman bin 'Affan, juga karena semua harta benda dan kekayaan yang mereka miliki ditinggal di Mekah.
Kalangan anshar (orang orang Yatsrib, Madinah yang menyambut dan membantu Nabi dan para sahabatnya yang hijrah dari Mekah dan Madinah disebut anshar) memang telah menyambut dengan bantuan dan keramah-tamahan yang luar biasa, namun mereka tidak mau hidup membebani orang lain. Itulah sebabnya mereka bekerja keras untuk usaha penghidupan mereka. Mereka beranggapan pula bahwa tangan di atas lebih utama dari tangan di bawah.
Keahlian orang-orang Mekah yang muhajirin tersebut ialah berdagang. Suatu ketika Saad bin Al Rabi' Inenawarkan hartanya kepada Abdurahman bin 'Auf, yang muhajirin. Akan tetapi Abdurahman menolaknya. Ia hanya minta ditunjukkan jalan ke pasar. Di sanalah ia mulai berdagang mentega dan keju. Dalam waktu tidak lama dengan kecakapannya berdagang ia telah dapat mencapai kekayaan kembali. Bahkan sudah mempunyai kafilah-kafilah yang pergi dan pulang membawa dagangan. Selain Abdurahman, orang-orang muhajirin lainnya banyak juga yang melakukan hal serupa. Karena kepandaian orang-orang Mekah memang berdagang, hingga ada orang mengatakan : dcngan perdagangannya itu ia dapat menggubah pasir sahara menjadi emas. Perhatian orang-orang Mekah kepada perdagangan ini di dalam Al-Quran terungkap pada ayat-ayat yang mengandung kata-kata tijarah (QS An Nur, ayat 37).
Mereka yang tidak melakukan pekerjaan berdagang ialah Abu Bakar, Umar, Ali bin Abi Talib dan lain-lain. Keluarga keluarga mereka terjun ke pertanian, menggarap tanah orang-orang anshar bersama-sama pemiliknya. Tetapi selain mereka ada juga yang harus menghadapi kesulitan dan kesukaran hidup. Sungguh pun begitu, mereka tidak mau hidup menjadi beban orang lain. Mereka pun membanting tulang bekerja, dan dalam bekerja itu mereka merasakan ketenangan batin, yang selama di Mekah tidak pernah mereka rasakan.
Di samping itu ada lagi segolonan orang-orang Arab yang datang ke Madinah dan menyatakan masuk Islam, dalam keadaan miskin dan serba kekurangan, sampai-sampai ada di antara mereka yang tidak punya tempat tinggal. Bagi mereka ini oleh Nabi Muhammad disediakan di sekeliling masjid, yaitu shuffa (bahagian maslld yang beratap) sebagai tempat tinggal mereka. Oleh karena itu mereka disebut Ahlush~Shuffa (Penghuni Shuffa). Belanja mereka diberikan dari harta kaum muslimin baik dari kalangan muhajirin maupun anshar yang berkecukupan.
Dalam suasana kaum muslimin yang sudah mulai tenteram menjalankan tugas-tugas agama pada waktu itu kewajiban zakat dijalankan pelaksanaan hukumnya. Di Yatsrib inilah Islam mulai menemukan kekuatannya.
Pada masa Nabi harta benda yang dizakati yaitu, binatang ternak : kambing, sapi, unta; barang barang yang berharga : emas dan perak : tumbuh tumbuhan : syair (jelai), gandum, anggur kering (kismis) dan kurma. Akan tetapi kemudian berkembang macamnya sejalan dengan sifat perkembangan pada harta atau sifat penerimaan untuk diperkembangkan pada harta tersebut,
Pada masa sahabat Empat yang pertama, Khalifah Abu Bakar, mereka yang terkena kewajiban membayar zakat tetapi enggan melakukannya diperangi dan ditumpas karena dianggap memberontak kepada hukum agama. Hal ini menunjukkan betapa zakat merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar.
masa Nabi Muhammad SAW tidak diwajibkan zakat pada kuda, karena kuda hanya diperlukan untuk peperangan. Sebaliknya pada masa Khalifah Umar bin Khattab dikenakan zakat atas kuda, karena kuda sudah diperkembangkan melalui peternakan.
Demikian juga pada masa Nabi hingga masa thabi'in tak ada zakat pada rumah, karena rumah hanya untuk tempat kediaman. Akan tetapi setelah rumah didirikan untuk disewakan yakni mendatangkan hasil dengan disewakan, maka Imam Ahmad Hambali mengeluarkan zakat dari hasil sewa rumahnya. Begitu seterusnya mulai zaman sahabat harta yang dizakati berkembang sesuai dengan sifat perkembangan harta itu sendiri.

C.    Kiprah Amil Pada Masa Rasulullah SAW Dan Khulafaurrasyidin
Sebagaimana diketahui zakat tidak hanya menyangkut urusan individu, dalam arti urusan muzakki dengan mustahik, tetapi terdapat peran amil sebagai penghubung dan penyambung antara yang membayar dengan yang menerima zakat. Peran amil secara eksplisit terungkap dalam dua ayat Alquran surat At-Taubah ayat 60 dan 103.
                         
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.


Di masa Rasulullah SAW, yang diangkat dan ditugaskan sebagai amil zakat bukanlah sembarang orang, melainkan orang-orang terbaik dan kepercayaan dari pemimpin negara dalam hal ini Rasulullah, seperti Ali bin Abi Thalib, Muadz bin Jabal, dan lain-lain. Mereka diutus sampai ke daerah luar kota Madinah untuk memungut zakat dari harta para muzakki dan didistribusikan kepada orang-orang yang menurut ketentuan syariah berhak menerimanya. Pelaksanaan zakat sebagai rukun Islam dan sarana untuk mewujudkan keadilan sosial tidak akan dapat berjalan secara sempurna, tanpa adanya kepercayaan muzaki terhadap ke-amanahan amil maupun kepercayaan amil terhadap mustahik.
Pada masa Umar dibentuk lembaga-lembaga yang mengelola administrasi kekayaan negara. Salah satunya adalah diwan yang diadopsi dari praktik pemerintahan persia. Selain itu dikenal pula bait al-mal yang sebelumnya telah ada pada masa Nabi Muhammad SAW. dan Abu Bakarsecara konseptual bait al-mal tidak dipahami sebagai bangunan fisik, tetapi lebih sebagai tujuan , artinya bait al-mal lebih sebagai institusi yang abstrak.


IV.    Kesimpulan
zakat menjadi salah satu sendi agama Islam yang menyangkut harta benda dan bertujuan kemasyarakatan. Sangat banyak ayat al-Quran yang menyebutkan perihal zakat dengan ungkapan yang beraneka macam, disertai pula dengan ancaman-ancaman terhadap para wajib zakat yang mengabaikannya. Dalam banyak ayat kewajiban zakat disebutkan bersama-sama dengan kewajiban shalat. Hal itu mengisyaratkan bahwa kewajiban zakat adalah sama pentingnya dengan kewajiban shalat, kedua-duanya merupakan sendi-sendi agama Islam.
Di masa Rasulullah SAW, yang diangkat dan ditugaskan sebagai amil zakat bukanlah sembarang orang, melainkan orang-orang terbaik dan kepercayaan dari pemimpin negara dalam hal ini Rasulullah, seperti Ali bin Abi Thalib, Muadz bin Jabal, dan lain-lain. Mereka diutus sampai ke daerah luar kota Madinah untuk memungut zakat dari harta para muzakki dan didistribusikan kepada orang-orang yang menurut ketentuan syariah berhak menerimanya. Pelaksanaan zakat sebagai rukun Islam dan sarana untuk mewujudkan keadilan sosial tidak akan dapat berjalan secara sempurna, tanpa adanya kepercayaan muzaki terhadap ke-amanahan amil maupun kepercayaan amil terhadap mustahik

V.    Penutup
Alhamdulillah wa syukurillah... makalah ini dapat terselesaikan. kami menyadari sepenuhnya, bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam referensi maupun penulisannya. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan pembuatan makalah berikutnya.
Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat untuk pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya. Amiiin.......







DAFTAR PUSTAKA
Basyir, Ahmad Azhar, M.A,. 1997. Hukum Zakat. Yogyakarta: Majelis Pustaka Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Al-Ba’Iy, Abdul Hamid Mahmud. 2006. Ekonomi Zakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sabieq, Sayyid Sabiq. Fiqih Al-Sunnah jilid I.
Juziy, Ibn. Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah.
Nurudin. 2006. Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal. Jakatra: Raja Grafindo Persada.
http://pangerans.multiply.com/journal/item/195/Pelaksanaan_Zakat_di_Zaman_Rasulullah_SAW
http://zakat-baz-bantul.org/berita-111-zakat-pada-zaman-nabi-dan-para-sahabat.html

KIPRAH AMIL PADA MASA RASULULLAH SAW. DAN KHULAFAURRASYIDIN Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Kang Hikam

0 komentar:

Post a Comment