Pengaruh Masturbasi Dalam Pandangan Medis
Sampai saat ini masih banyak orang yang cemas karena masturbasi. Kecemasan itu tak dapat dilepaskan dari pandangan agama atau nilai moral dan pendapat ilmuwan di masa lalu. Di masyarakat istilah onani lebih dikenal. Sebutan ini, menurut berbagai ulasan yang ditulis Prof. Dr. Dr. Wimpie Pangkahila Sp, And, Ketua Pusat Studi Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, berasal dari nama seorang laki-laki, Onan, seperti dikisahkan dalam Kitab Perjanjian Lama. Tersebutlah di dalam Kitab Kejadian pasal 38, Onan disuruh ayahnya, Yehuda, mengawini isteri almarhum kakaknya agar kakaknya mempunyai keturunan. Onan keberatan, karena anak yang akan lahir dianggap keturunan kakaknya. Maka Onan menumpahkan spermanya di luar tubuh janda itu setiap berhubungan seksual. Dengan cara yang kini disebut sanggama terputus itu, janda kakaknya tidak hamil. Namun akibatnya mengerikan. Tuhan murka dan Onan mati. Onani atau masturbasi dalam pengertian sekarang bukanlah seperti yang dilakukan Onan. Masturbasi berarti mencari kepuasan seksual dengan rangsangan oleh diri sendiri (autoerotism), dan dapat pula berarti menerima dan memberikan rangsangan seksual pada kelamin untuk saling mencapai kepuasan seksual (mutual masturbation). Yang pasti pada masturbasi tidak terjadi hubungan seksual, tapi dapat dicapai orgasme.[1]
Kemudian bagaimana pula menurut pandangan para dokter mengenai tingkah laku/ perbuatan masturbasi/ onani ini ?
Sebagaimana dikemukakan pada bagian awal, bahwa banyak pendapat para dokter mengenai perbuatan masturbasi yang setelah diadakan penelitian, mereka lebih banyak membuktikan masturbasi ini, selama dilakukan dengan higienis, artinya dengan tangan yang bersih, masturbasi tidak berbahaya dan berdampak baik untuk kesehatan. Yang seringkali membuat celaka adalah bila perbuatan masturbasi ini dengan menggunakan alat.
Pengaruh Masturbasi Dalam Pandangan Medis. Dalam pandangan medis, justeru dampak positif yang akan timbul dari perbuatan masturbasi ini, adalah bahwa perilaku masturbasi ini bisa menjadi obat untuk mengurangi risiko terkena penyakit kanker prostat, di mana penyakit ini banyak dialami para laki-laki yang sudah lanjut usia (lansia). Penyakit tersebut terjadi karena disinyalir tidak pernah/ kurang melakukan masturbasi/ onani tersebut. Sehingga perbuatan masturbasi ini berpengaruh baik bagi kesehatan si pelaku, dengan catatan mediator yang digunakan dalam keadaan bersih/ steril.
Pengaruh Masturbasi Dalam Pandangan Medis. Kekhawatiran masturbasi dapat berakibat kebutaan atau menyebabkan berkurangnya sperma dan lain-lain tidaklah tepat. Sebaliknya masturbasi ternyata baik bagi kesehatan karena dapat melindungi dari kanker prostat. Semakin sering melakukan masturbasi semakin lebih baik, demikian menurut para ahli. Hal ini didasari penelitian terhadap pria yang senang menyenangkan diri sendiri secara teratur yang berumur 20 dan 50 memiliki penurunan sangat jauh kemungkinan berkembangnya penyakit kanker prostat. Penemuan mereka didukung teori yang menyatakan ejakulasi secara teratur dapat mencegah tumbuhnya carcinogen (segala sesuatu yang menyebabkan kanker) dalam prostat sebagai kelenjar yang bertanggung jawab bagi menumpuknya cairan dalam semen. Peningkatan carcinogen menyebabkan kanker prostat. Graham Giles bersama timnya yang berbasis di Melbourne, Australia pun meneliti kebiasaan seksual lebih dari 2.000 pria dimana setengahnya memiliki kanker dan sisanya sehat. Pengaruh pencegahan dengan cara masturbasi merupakan cara paling penting pada pria berumur 20-an, demikian menurut Giles pada majalah New Scientist. Mereka yang ejakulasi lebih dari lima kali dalam seminggu, tiga kali kemungkinan lebih kecil berkembangnya kanker prostat dalam hidupnya. Hasil ini sedikit bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan memiliki banyak pasangan atau sering berhubungan intim meningkatkan resiko kanker prostat sampai 40 persen. Penelitian ini memfokuskan pada hubungan intim bukan pada masturbasi.[2]
Pengaruh Masturbasi Dalam Pandangan Medis. Seperti dikutip Journal of the American Medical Association, edisi pekan lalu, mereka melakukan studi terhadap 29.342 petugas kesehatan. Relawan pria itu berusia 46-81 tahun. Kepada mereka diajukan beberapa pertanyaan. Satu di antaranya, berapa rata-rata ejakulasi per bulan pada saat menginjak usia 20-29 tahun dan 40-49 tahun. Studi yang dipimpin Michael F. Leitzmann, peneliti dari Lembaga Kanker Nasional Amerika Serikat, ini berlangsungselama delapan tahun. Kuesioner dikumpulkan, dianalisis, dan kesehatan mereka diperiksa. Mereka lalu dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan jawaban frekuensi ejakulasi: 13-20 kali per bulan dan di atas 21 kali. Ejakulasi adalah keluarnya sperma dari penis. Hasilnya: hanya 1.449 relawan yang belakangan menderita kanker prostat. Dari jumlah yang terkena, kondisi 147 relawan sangat kritis. Kankernya sudah parah. Lalu Leitzmann dan koleganya membuat persentase risiko terkena kanker prostat. Menurut dia, kelompok yang cuma berejakulasi 13-20 kali sebulan hanya mengurangi risiko kena kanker prostat 14%. Ini lebih kecil dibandingkan dengan yang berejakulasi 21 kali ke atas saban bulan. Persentase terbebas dari serangan kankernya mencapai 33%. "Artinya, makin sering berejakulasi, makin kecil kemungkinan terjangkit kanker prostat," ujarnya. Berkurangnya risiko itu lantaran ejakulasi berperan mengeluarkan bahan-bahan kimia penyebab kanker. Andai kata tak dikeluarkan, bahan-bahan tersebut akan menumpuk di kelenjar prostat dan bisa memicu kanker. Studi ini tentu mengejutkan. Sebelum ini, banyak dugaan, makin kerap berejakulasi, risikonya makin didekati kanker. Sebab, kekerapan ejakulasi menunjukkan banyaknya hormon testosteron. Makin banyak hormon seks bisa memicu pertumbuhan sel-sel kanker. Orang pantas khawatir karena kanker prostat terbilang sangat mengganggu. Bila terkena, air mani tak bisa keluar. Pasien akan terganggu saat kencing. Air yang keluar dari kandung kemih sedikit. Kalau terus dibiarkan, bisa mengakibatkan disfungsi ereksi. Toh, ada juga yang meragukan validitas studi Leitzmann. "Apakah mereka dapat mengingat berapa kali berejakulasi beberapa tahun lalu," kata Michael Naslund, urolog dari University of Maryland Medical Center, Baltimore, Amerika Serikat. Menurut dia, studi ini belum dapat dijadikan petunjuk baru bagi kaum laki-laki yang ingin terhindar dari penyakit itu. Sementara itu, Wimpie Pangkahila, seksolog pada Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, tak mau berkomentar lantaran harus melihat metode penelitiannya. Tapi, katanya, frekuensi hubungan seksual atau masturbasi tak terkait dengan kanker. "Berhubungan seks terlalu sering tak berbahaya sepanjang mampu," ujarnya. Sedangkan risiko kanker lebih terkait dengan faktor-faktor pemicu lain, seperti lingkungan dan gaya hidup.[3]
[1] Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media, Kamis, 24 Juli 2003, 11:29 WIB
[2] ya2n/female.uk, Masturbasi Itu Sehat, http//www.vision.net.id, 31 Jul 2003 11:21:49
[3] Aries Kelana, dan Anton Muhajir (Denpasar) [Kesehatan, Kanker Prostat Sehat Dengan Ejakulasi, GATRA, Edisi 23 Beredar Jumat 16 April 2004]
Sampai saat ini masih banyak orang yang cemas karena masturbasi. Kecemasan itu tak dapat dilepaskan dari pandangan agama atau nilai moral dan pendapat ilmuwan di masa lalu. Di masyarakat istilah onani lebih dikenal. Sebutan ini, menurut berbagai ulasan yang ditulis Prof. Dr. Dr. Wimpie Pangkahila Sp, And, Ketua Pusat Studi Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, berasal dari nama seorang laki-laki, Onan, seperti dikisahkan dalam Kitab Perjanjian Lama. Tersebutlah di dalam Kitab Kejadian pasal 38, Onan disuruh ayahnya, Yehuda, mengawini isteri almarhum kakaknya agar kakaknya mempunyai keturunan. Onan keberatan, karena anak yang akan lahir dianggap keturunan kakaknya. Maka Onan menumpahkan spermanya di luar tubuh janda itu setiap berhubungan seksual. Dengan cara yang kini disebut sanggama terputus itu, janda kakaknya tidak hamil. Namun akibatnya mengerikan. Tuhan murka dan Onan mati. Onani atau masturbasi dalam pengertian sekarang bukanlah seperti yang dilakukan Onan. Masturbasi berarti mencari kepuasan seksual dengan rangsangan oleh diri sendiri (autoerotism), dan dapat pula berarti menerima dan memberikan rangsangan seksual pada kelamin untuk saling mencapai kepuasan seksual (mutual masturbation). Yang pasti pada masturbasi tidak terjadi hubungan seksual, tapi dapat dicapai orgasme.[1]
Kemudian bagaimana pula menurut pandangan para dokter mengenai tingkah laku/ perbuatan masturbasi/ onani ini ?
Sebagaimana dikemukakan pada bagian awal, bahwa banyak pendapat para dokter mengenai perbuatan masturbasi yang setelah diadakan penelitian, mereka lebih banyak membuktikan masturbasi ini, selama dilakukan dengan higienis, artinya dengan tangan yang bersih, masturbasi tidak berbahaya dan berdampak baik untuk kesehatan. Yang seringkali membuat celaka adalah bila perbuatan masturbasi ini dengan menggunakan alat.
Pengaruh Masturbasi Dalam Pandangan Medis. Dalam pandangan medis, justeru dampak positif yang akan timbul dari perbuatan masturbasi ini, adalah bahwa perilaku masturbasi ini bisa menjadi obat untuk mengurangi risiko terkena penyakit kanker prostat, di mana penyakit ini banyak dialami para laki-laki yang sudah lanjut usia (lansia). Penyakit tersebut terjadi karena disinyalir tidak pernah/ kurang melakukan masturbasi/ onani tersebut. Sehingga perbuatan masturbasi ini berpengaruh baik bagi kesehatan si pelaku, dengan catatan mediator yang digunakan dalam keadaan bersih/ steril.
Pengaruh Masturbasi Dalam Pandangan Medis. Kekhawatiran masturbasi dapat berakibat kebutaan atau menyebabkan berkurangnya sperma dan lain-lain tidaklah tepat. Sebaliknya masturbasi ternyata baik bagi kesehatan karena dapat melindungi dari kanker prostat. Semakin sering melakukan masturbasi semakin lebih baik, demikian menurut para ahli. Hal ini didasari penelitian terhadap pria yang senang menyenangkan diri sendiri secara teratur yang berumur 20 dan 50 memiliki penurunan sangat jauh kemungkinan berkembangnya penyakit kanker prostat. Penemuan mereka didukung teori yang menyatakan ejakulasi secara teratur dapat mencegah tumbuhnya carcinogen (segala sesuatu yang menyebabkan kanker) dalam prostat sebagai kelenjar yang bertanggung jawab bagi menumpuknya cairan dalam semen. Peningkatan carcinogen menyebabkan kanker prostat. Graham Giles bersama timnya yang berbasis di Melbourne, Australia pun meneliti kebiasaan seksual lebih dari 2.000 pria dimana setengahnya memiliki kanker dan sisanya sehat. Pengaruh pencegahan dengan cara masturbasi merupakan cara paling penting pada pria berumur 20-an, demikian menurut Giles pada majalah New Scientist. Mereka yang ejakulasi lebih dari lima kali dalam seminggu, tiga kali kemungkinan lebih kecil berkembangnya kanker prostat dalam hidupnya. Hasil ini sedikit bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan memiliki banyak pasangan atau sering berhubungan intim meningkatkan resiko kanker prostat sampai 40 persen. Penelitian ini memfokuskan pada hubungan intim bukan pada masturbasi.[2]
Pengaruh Masturbasi Dalam Pandangan Medis. Seperti dikutip Journal of the American Medical Association, edisi pekan lalu, mereka melakukan studi terhadap 29.342 petugas kesehatan. Relawan pria itu berusia 46-81 tahun. Kepada mereka diajukan beberapa pertanyaan. Satu di antaranya, berapa rata-rata ejakulasi per bulan pada saat menginjak usia 20-29 tahun dan 40-49 tahun. Studi yang dipimpin Michael F. Leitzmann, peneliti dari Lembaga Kanker Nasional Amerika Serikat, ini berlangsungselama delapan tahun. Kuesioner dikumpulkan, dianalisis, dan kesehatan mereka diperiksa. Mereka lalu dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan jawaban frekuensi ejakulasi: 13-20 kali per bulan dan di atas 21 kali. Ejakulasi adalah keluarnya sperma dari penis. Hasilnya: hanya 1.449 relawan yang belakangan menderita kanker prostat. Dari jumlah yang terkena, kondisi 147 relawan sangat kritis. Kankernya sudah parah. Lalu Leitzmann dan koleganya membuat persentase risiko terkena kanker prostat. Menurut dia, kelompok yang cuma berejakulasi 13-20 kali sebulan hanya mengurangi risiko kena kanker prostat 14%. Ini lebih kecil dibandingkan dengan yang berejakulasi 21 kali ke atas saban bulan. Persentase terbebas dari serangan kankernya mencapai 33%. "Artinya, makin sering berejakulasi, makin kecil kemungkinan terjangkit kanker prostat," ujarnya. Berkurangnya risiko itu lantaran ejakulasi berperan mengeluarkan bahan-bahan kimia penyebab kanker. Andai kata tak dikeluarkan, bahan-bahan tersebut akan menumpuk di kelenjar prostat dan bisa memicu kanker. Studi ini tentu mengejutkan. Sebelum ini, banyak dugaan, makin kerap berejakulasi, risikonya makin didekati kanker. Sebab, kekerapan ejakulasi menunjukkan banyaknya hormon testosteron. Makin banyak hormon seks bisa memicu pertumbuhan sel-sel kanker. Orang pantas khawatir karena kanker prostat terbilang sangat mengganggu. Bila terkena, air mani tak bisa keluar. Pasien akan terganggu saat kencing. Air yang keluar dari kandung kemih sedikit. Kalau terus dibiarkan, bisa mengakibatkan disfungsi ereksi. Toh, ada juga yang meragukan validitas studi Leitzmann. "Apakah mereka dapat mengingat berapa kali berejakulasi beberapa tahun lalu," kata Michael Naslund, urolog dari University of Maryland Medical Center, Baltimore, Amerika Serikat. Menurut dia, studi ini belum dapat dijadikan petunjuk baru bagi kaum laki-laki yang ingin terhindar dari penyakit itu. Sementara itu, Wimpie Pangkahila, seksolog pada Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, tak mau berkomentar lantaran harus melihat metode penelitiannya. Tapi, katanya, frekuensi hubungan seksual atau masturbasi tak terkait dengan kanker. "Berhubungan seks terlalu sering tak berbahaya sepanjang mampu," ujarnya. Sedangkan risiko kanker lebih terkait dengan faktor-faktor pemicu lain, seperti lingkungan dan gaya hidup.[3]
[1] Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media, Kamis, 24 Juli 2003, 11:29 WIB
[2] ya2n/female.uk, Masturbasi Itu Sehat, http//www.vision.net.id, 31 Jul 2003 11:21:49
[3] Aries Kelana, dan Anton Muhajir (Denpasar) [Kesehatan, Kanker Prostat Sehat Dengan Ejakulasi, GATRA, Edisi 23 Beredar Jumat 16 April 2004]
0 komentar:
Post a Comment