Pandangan Ulama Tentang Asuransi Konvensional. Dewan yurisprudensi Islam Liga Dunia Muslim, Makkah, Saudi Arabia, menganggap bahwa semua transaksi asuransi modern termasuk asuransi jiwa dan niaga adalah bertentangan dengan ajaran Islam, akan tetapi Dewan menyetujui adanya "Asuransi Koperatif" yang tegak di atas prinsip ta’awun seperti yang diterapkan dalam Asuransi Takaful
Yusuf al-Qardawi dalam "Al halal wa al-Haram fi al-Islam" mengatakan bahwa diharamkannya asuransi konvensional a.l: (1) karena semua anggota asuransi tidak membayar uangnya itu dengan maksud tabarru, bahkan nilai ini sedikitpun tidak terlintas, (2) karena badan asuransi memutar uang tersebut dengan jalan riba.
Pandangan Ulama Tentang Asuransi Konvensional. Di Indonesia PP Persatuan Islam (Persis) melalui Dewan Hisbah mengharamkan praktek asuransi konvensional. Demikian pula Muhammadiyah di Malang tahun 1987 juga mengharamkan asuransi yang mengandung unsur gharar dan judi, kecuali asuransi yang diselenggarakan oleh pemerintah seperti Taspen, Astek dan Jasa Raharja, karena banyak mengandung maslahah maka dibolehkan.
Pandangan Ulama Tentang Asuransi Konvensional. Oleh karenanya, jika ditelaah secara mendalam, maka sebenarnya diharamkan asuransi konvensional oleh para ulama disebabkan karena asuransi itu mencakup tiga hal:[1]
1. Garar (Ketidakpastian)
Dalam asuransi konvensional adanya gharar atau ketidakpastian disebabkan karena ketidakjelasan akad yang melandasinya. Apakah Aqd Tabaduli (Akad jual beli) atau Aqd Takafuli (tolong menolong). Sehingga jika terjadi klaim misalnya mengambil 10 tahun untuk Rp. 1.000.000 per tahun. Jika akad yang melandasinya jual beli, dan meninggal pada tahun ke 4, maka pertanggungan yang diberikan sebanyak Rp. 10.000.000. Ini berarti Rp. 6.000.000 gharar. Tidak jelas dari mana asalnya.
Dalam Asuransi Takaful akad yang melandasinya adalah Aqd Takafuli atau tolong menolong. Sehingga sejak awal membuka polis sudah diniatkan bahwa 95% premi untuk tabungan dan 5% diniatkan untuk tabarru. Jika terjadi klaim di tahun ke 4, dana yang 6 juta di atas tidak garar tetapi jelas sumbernya yaitu dari dana kumpulan tabarru (derma)
2. Maisir (Judi atau Gambling)
Dalam al-Qur’an, Allah S.W.T. Dengan sangat tegas telah menjelaskan prihal maisir. Di antara firman Allah SWT. adalah:
Yusuf al-Qardawi dalam "Al halal wa al-Haram fi al-Islam" mengatakan bahwa diharamkannya asuransi konvensional a.l: (1) karena semua anggota asuransi tidak membayar uangnya itu dengan maksud tabarru, bahkan nilai ini sedikitpun tidak terlintas, (2) karena badan asuransi memutar uang tersebut dengan jalan riba.
Pandangan Ulama Tentang Asuransi Konvensional. Di Indonesia PP Persatuan Islam (Persis) melalui Dewan Hisbah mengharamkan praktek asuransi konvensional. Demikian pula Muhammadiyah di Malang tahun 1987 juga mengharamkan asuransi yang mengandung unsur gharar dan judi, kecuali asuransi yang diselenggarakan oleh pemerintah seperti Taspen, Astek dan Jasa Raharja, karena banyak mengandung maslahah maka dibolehkan.
Pandangan Ulama Tentang Asuransi Konvensional. Oleh karenanya, jika ditelaah secara mendalam, maka sebenarnya diharamkan asuransi konvensional oleh para ulama disebabkan karena asuransi itu mencakup tiga hal:[1]
1. Garar (Ketidakpastian)
Dalam asuransi konvensional adanya gharar atau ketidakpastian disebabkan karena ketidakjelasan akad yang melandasinya. Apakah Aqd Tabaduli (Akad jual beli) atau Aqd Takafuli (tolong menolong). Sehingga jika terjadi klaim misalnya mengambil 10 tahun untuk Rp. 1.000.000 per tahun. Jika akad yang melandasinya jual beli, dan meninggal pada tahun ke 4, maka pertanggungan yang diberikan sebanyak Rp. 10.000.000. Ini berarti Rp. 6.000.000 gharar. Tidak jelas dari mana asalnya.
Dalam Asuransi Takaful akad yang melandasinya adalah Aqd Takafuli atau tolong menolong. Sehingga sejak awal membuka polis sudah diniatkan bahwa 95% premi untuk tabungan dan 5% diniatkan untuk tabarru. Jika terjadi klaim di tahun ke 4, dana yang 6 juta di atas tidak garar tetapi jelas sumbernya yaitu dari dana kumpulan tabarru (derma)
2. Maisir (Judi atau Gambling)
Dalam al-Qur’an, Allah S.W.T. Dengan sangat tegas telah menjelaskan prihal maisir. Di antara firman Allah SWT. adalah:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءاَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأَنصَابُ وَاْلأَزْلاَمُ رِجْسُُ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.[2]
Dalam Asuransi konvensional maisir timbul dalam dua hal: Pertama, Seandainya dia memasuki satu program premi, biasanya orang itu ada kemungkinan berhenti karena alasan tertentu. Apabila ia berhenti dijalan dan belum mencapai masa refersing Periode, dimana dia bisa menerima uangnya kembali (biasanya 2 s.d. 3 tahun) dan jumlah + 20%, uang itu akan hangus. jadi disini ada unsur maisir.
Kedua, Manakala Underwriter atau yang menghitung remortalita kematian tepat, menentukan jumlah polis tepat, maka perusahaan akan untung. Tetapi jika salah dalam menghitungnya maka perusahaan akan rugi. Jadi jelas disini mengandung unsur maisir atau judi.
Dalam Asuransi Takaful berbeda, si penerima polis sebelum ia mencapai refresing periode sekalipun, apabila karena suatu hal ia ingin mengambil dananya, maka hal itu dibolehkan. Karena Takaful dalam hal ini hanya sebagai pemegang amanah. Selain itu jika perusahaan mencapai kelebihan daripada pembayaran klaim, tidak akan diterima begitu saja sebagai keuntungan perusahaan, tetapi diberikan kembali kepada pemegang premi/nasabah.
3. Riba (Tambahan Uang dari Modal Pokok)
Dalam hal investasi Takaful menyimpan seluruh dananya ke Bank yang berdasarkan Syariah Islam, yaitu : BMI, BPRS atau Perbankan Islam lainnya.
Dalam hal ini terdapat silang pendapat dikalangan ulama, apakah sama atau tidak dengan bunga. Bagi ulama yang mengharamkan, paling tidak pada nas-nas syari':
-Firman Allah S.W.T.:
- ياايها الذين امنوا اتقواالله وذروا مابقي من الربوا ان كنتم مؤمنين. فان لم تفعلوا فأذنوا بحرب من الله ورسوله وان تبتم فلكم رءوس اموالكم لاتظلمون ولاتظلمون.[3]
-Hadis Nabi S.A.W:
- لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم اكل الربا وموكله وكاتبه وشاهد يه.[4]
Terlepas dari silang pendapat di atas, Syarikat Takaful mempunyai suatu standing, membawa yang terbaik adalah menjauhi syubhat, menjauhi yang diikhtilafkan ummat dan kembali kepada ajaran agama.
[1] Marjuki Zuhdi, Pandangan Ulama Terhadap Asuransi Konvensional, http//www. takaful.com/whitepaper/whitepaper.html., hlm. 32-33
[2] Al-Maidah (5): 90
[3] Al-Baqarah (2): 278-279
[4] Muslim, Sahih Muslim, “Babu La’ana Akila ar-Riba wa Muwakkalah” (Bandung: al-Ma’arif, tt), I: 697. Hadis sahih riwayat Muslim dari Jabir. Lihat juga al-Hafiz Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Bulug al-Maram (Surabaya: al-Hidayah, tt), hlm.169
0 komentar:
Post a Comment