Proses
Penyusunan UU Penghapusan KDRT NO 23 Tahun 2004
ProsesPenyusunan UU Penghapusan KDRT NO 23 Tahun 2004. Berkaitan dengan proses pengajuan maupun pengesahan UU ini, tentu saja ada sejumlah kalangan yang keberatan. Yang paling dominant, seperti yang disampaikan sebagian anggota DPR maupun dari sebagian kalangan umat Islam, mengenai soal urusan rumah tangga yang dianggap sebagai ruang privat. UU ini dikhawatirkan membenarkan orang lain untuk ikut campur tangan dalam urusan internal rumah tangga, dan bahkan ikut mengintervensi rahasia pribadi yang sangat mendasar di antara pasangan suami istri. Oleh karena itu, sebagian yang keberatan dengan UU ini mengajukan usulan alternatifnya, yakni ingin membuat RUU tentang keluarga sakinah atau yang semacamnya. Katanya, yang penting ada kepedulian pemerintah untuk melindungi keluarga agar tetap harmonis dan sakinah, tidak malah bercerai berai.[1]
ProsesPenyusunan UU Penghapusan KDRT No 23 Tahun 2004. Delapan fraksi
DPR (Periode 1999-2004) menerima UU penghapusan KDRT ini. Namun fraksi
Reformasi mendukung pengesahan dengan beberapa catatan yaitu berupa penetapan
sanksi atas kasus marital rape dalam UU penghapusan KDRT ini agar tetap
memberikan kesempatan pada suami istri untuk tetap melanjutkan rumah tangganya.
Dengan demikian, begitu di undangkan, UU ini otomatis langsung berlaku, tidak
harus menunggu ditandatangani oleh Presiden. UU penghapusan KDRT ini terdiri
dari 10 bab, 56 pasal dan 45 ayat yang memuat definisi dan jenis KDRT,
pencegahan, tugas pemerintah atau Negara, tugas masyarakat, fungsi lembaga
pendampingan, pelayanan kesehatan, perlindungan korban dan saksi hingga
sanksinya.
ProsesPenyusunan UU Penghapusan KDRT No 23 Tahun 2004. Akhirnya pada
tanggal 14 September 2004 DPR telah menyetujui RUU penghapusan KDRT untuk
disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna DPR setelah tertunda selama kurang
lebih enam tahun. Dibandingkan Malaysia, Indonesia terkesan lambat merespons
permintaan kaum perempuan mengenai perlunya payung hukum bagi perempuan agar
terhindar dari pelaku tindak kekerasan. Pada tahun 1994 Malaysia telah
mengesahkan akta keganasan dalam rumah tangga, kemudian Indonesia menyusul
dengan mengesahkan undang-undang serupa untuk melindungi kaum perempuan dalam
ruang privat.[2]
Kemudian, dalam rangka
mensosialisasikan UU penghapusan KDRT ini Kementrian Pemberdayaan Perempuan
pada saat ini sedang mempersiapkan peraturan pemerintah tentang perlindungan
hukum dari UU ini oleh karena itu, fokus pertama dari sosialisasi UU
penghapusan KDRT ini ditujukan untuk kalangan aparat Kepolisian, aparat Jaksa
dan Hakim supaya mereka tahu dan mengerti tentang masalah apa-apa saja yang
terkait dengan perlidungan hukum dalam UU penghapusan KDRT ini.
Sumber: Skripsi
Rotiyal Umroh IAIN Walisongo
0 komentar:
Post a Comment