Blog Berisi Seputar Artikel Terbaru | Aplikasi | Tutorial Komputer | Blogging | Info Penting

KEKERASAN SEKSUAL DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 PASAL 8 HURUF A


Kelompok perempuan di seluruh dunia telah memulai proses menuntut kembali seksualitas sebagai suatu kawasan dimana perempuan dapat menolak penindasan atas dirinya. Mereka sedang meneropong pemahaman tentang seksualitas perempuan yang telah di terima, yang mengaitkan sub ordinasi ekonomi dan sosial perempuan dengan subordinasi seksualnya. Dalam proses ini, muncul masalah identitas, kewajiban, kekuasaan, kesenangan, pilihan dan hati nurani, serta kesempatan perempuan untuk memiliki autonomi dalam kawasan intim dari hidupnya sendiri.[1]
Kekerasan SeksualDalam Rumah Tangga Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2004 Pasal 8 Huruf A. Dalam membahas kekerasan seksual ini, penulis mencoba untuk memaparkan keterangan yang berkaitan dengan penjelasan pasal 8 huruf a Undang undang No. 23 tahun 2004 mengenai larangan pemaksaan hubungan seksual sebagai kekerasan seksual dalam rumah tangga. Namun sebelumnya, terlebih dahulu penulis akan memaparkan secara sekilas mengenai pasal-pasal dalam Undang undang KDRT No. 23 tahun 2004 yang terkait dengan pokok persoalan di atas selanjutnya penulis akan mengupas pasal 8 huruf a secara lebih lanjut.
Dalam Undang undang KDRT No. 23 tahun 2004 mengenai Larangan Kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam Bab III pasal 5 sampai pasal 9. Pasal 5 berbunyi :" Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara : kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual atau penelantaran rumah tangga". Mengenai kekerasan fisik diatur dalam pasal 6, kekerasan psikis diatur dalam pasal 7 dan penelantaran rumah tanga diatur dalam pasal 9 yang terdiri dari dua ayat. Adapun lebih spesifiknya aturan mengenai kekerasan seksual diatur dalam pasal 8 yang memuat tentang pemaksaan hubungan seksual yang terdiri dari dua huruf beserta penjelasan masing-masing huruf tersebut. Adapun rinciannya sebagai berikut:
“Kekerasan seksual sebagaimana di maksud dalam pasal 5 huruf c meliputi:
a.       Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.
b.      Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan /atau tujuan tertentu.[2]

Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Pasal 8 Huruf A. Selanjutnya penjelasan pasal tersebut belum dapt menjelaskan arti yang dapat dipahami oleh masyarakat secara umum. Oleh karenanya, masing-masing individu dituntut untuk dapat menafsirkannya sendiri arti dan penjelasan pasal tersebut yang masih sangat umum. Dalam penjelasan huruf huruf dalam pasal tersebut dapat diuraikan sebagaimana berikut: Di dalam penjelasan pasal 8 huruf a dan b dinyatakan bahwa "Yang dimaksud dengan" Kekerasan seksual “dalam ketentuan ini adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan / atau tidak di sukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/ atau tujuan tertentu".
Dari penjelasan pasal 8 huruf a tersebut diatas secara jelas disebutkan bahwa pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan / atau tidak di sukai termasuk dalam kategori kekerasan seksual. Sayangnya, ketentuan pasal tersebut kurang memenuhi keterangan yang seharusnya dijelaskan, terutama mengenai kriteria pemaksaan hubungan seksual yang bagaimana sehingga bisa di sebut kekerasan seksual. Tentunya hal ini mengandung persoalan, Karena ketika orang yang dipaksa untuk melakukan hubungan seksual akan mengajukan perkaranya ke pengadilan maka tiap masing-masing orang akan menafsirkan dengan penafsirannya sendiri sesuai dengan pemikirannya, sehingga akan menimbulkan akibat yang kurang baik disebabkan adanya perbedaan penafsiran dari masing-masing orang tersebut.
Bahkan ketika hakim akan memutuskan perkara yang terkait dengan kekerasan seksual maka sang hakimpun akan mempertimbangkan hasil putusannya dengan penafsirannya sendiri sehingga obyektifitas kekerasan seksual tersebut menjadi kurang tepat. Untuk itu ukuran obyektifitas dari kekerasan seksual perlu di kaji lebih mendalam.
 photo 37KDRT.jpg
Dari penjelasan pasal 8 huruf a Undang undang KDRT No. 23 tahun 2004 sebagaimana tersebut di atas dapat di cermati bahwa pemaksaan hubungan seksual secara tidak wajar dan atau tidak di sukai merupakan tindak kekerasan seksual. Bagi pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain dapat mengajukan perkaranya ke pengadilan. Hal ini sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam lagi, baik dari segi materi maupun dari segi penerapannya dalam kehidupan masyarakat secara riil.
Sumber: Skripsi Rotiyal Umroh IAIN Walisongo


[1] Julia Cleves Mosse, Half The World, Half A Chance, Terj., Hartian Silawati, “Gender dan pembangunan”, Yogya: Pustaka Pelajar, 2003, hlm. 70
[2] UU KDRT No. 23 tahun 2004, hlm. 7

KEKERASAN SEKSUAL DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 PASAL 8 HURUF A Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Kang Hikam

0 komentar:

Post a Comment