Landasan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Landasan yuridis lahirnya KHI kembali kepada rumusan, tentang perlunya hakim memperhatikan kesadaran hukum masyarakat sebagaimana diisyaratkan oleh pasal 27 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 yang berbunyi: “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”.
Landasan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Di satu sisi hakim harus menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat, disisi lain menurut Qaidah Fiqh, bahwa: “Hukum Islam dapat berubah karena perubahan waktu, tempat dan keadaan”. Dengan demikian penggalian dan perumusan hukum (materiil) Islam menuju kepada penyempurnaannya, merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari.[1]
Selain landasan yuridis, KHI juga disusun berdasarkan landasan fungsional. KHI adalah Fiqh Indonesia yang disusun dengan memperhatikan kondisi kebutuhan hukum umat Islam Indonesia. Ia bukan merupakan mazhab baru, tapi ia mengarah kepada menyatukan (unifikasi) berbagai pendapat mazhab dalam hukum Islam, dalam rangka upaya menyatukan persepsi para hakim tentang Hukum Islam, menuju kepastian hukum bagi umat Islam.
Landasan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Keberhasilan bangsa Indonesia melahirkan KHI, merupakan salah satu prestasi besar dalam upaya mewujudkan kesatuan Hukum Islam dalam bentuk tertulis. Kebutuhan akan adanya KHI sudah lama dirasakan dan upaya kearah itu pada dasarnya sudah Nampak berbarengan dengan sejarah pertumbuhan badan peradilan agama di Indonesia. Upaya untuk memenuhi kebutuhan akan adanya Kompilasi Hukum Islam sebagai acuan hukum materiil bagi Peradilan Agama merupakan rangkaian pencapaian sebuah cita-cita bangsa Indonesia yang menyatu, tidak bisa dipisahkan dalam sejarah pertumbuhan Peradilan Agama, sejak lembaga ini didirikan.
[1] Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001, hlm. 147.
Landasan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Di satu sisi hakim harus menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat, disisi lain menurut Qaidah Fiqh, bahwa: “Hukum Islam dapat berubah karena perubahan waktu, tempat dan keadaan”. Dengan demikian penggalian dan perumusan hukum (materiil) Islam menuju kepada penyempurnaannya, merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari.[1]
Selain landasan yuridis, KHI juga disusun berdasarkan landasan fungsional. KHI adalah Fiqh Indonesia yang disusun dengan memperhatikan kondisi kebutuhan hukum umat Islam Indonesia. Ia bukan merupakan mazhab baru, tapi ia mengarah kepada menyatukan (unifikasi) berbagai pendapat mazhab dalam hukum Islam, dalam rangka upaya menyatukan persepsi para hakim tentang Hukum Islam, menuju kepastian hukum bagi umat Islam.
Landasan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Keberhasilan bangsa Indonesia melahirkan KHI, merupakan salah satu prestasi besar dalam upaya mewujudkan kesatuan Hukum Islam dalam bentuk tertulis. Kebutuhan akan adanya KHI sudah lama dirasakan dan upaya kearah itu pada dasarnya sudah Nampak berbarengan dengan sejarah pertumbuhan badan peradilan agama di Indonesia. Upaya untuk memenuhi kebutuhan akan adanya Kompilasi Hukum Islam sebagai acuan hukum materiil bagi Peradilan Agama merupakan rangkaian pencapaian sebuah cita-cita bangsa Indonesia yang menyatu, tidak bisa dipisahkan dalam sejarah pertumbuhan Peradilan Agama, sejak lembaga ini didirikan.
[1] Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001, hlm. 147.
0 komentar:
Post a Comment