Blog Berisi Seputar Artikel Terbaru | Aplikasi | Tutorial Komputer | Blogging | Info Penting

PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM STUDI ISLAM


I.    Pendahuluan
Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kasalehan atau berhenti sekedar disampaikan dalam khutbah, melainkan secara konseptual menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.
Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman logis normatif dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain yang secara operasional konseptual dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
Ada banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami agama yang meliputi pendekatan teologis normatif, astronomis, sosiologis, psikologis, historis, kebudayaan dan pendekatan filosofis. Hal ini perlu dilakukan karena melalui pendekatan tersebutlah kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, maka tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kedapa selain agama, dan hal ini tidak boleh terjadi.
Berkenaan dengan ini, pemakalah akan menyajikan pembahasan mengenai pendekatan sosiologis dalam studi Islam.

II.    Rumusan Masalah
A.    Pengertian
B.    Perkembangan historis pendekatan sosiologis
C.    Karakteristik pendekatan sosiologis

logo iain walisongo, logo
III.    pembahasan
A.    Pengertian
Yang dumaksud dengan pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai realitas kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Karena itu, tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu sosial, penelitian legalistik atau penelitian filosofis.
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu.sosiologi mencoba untuk mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.  Sementara itu Sourjono Soekamto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Sosiologi tidak menetapkan ke arah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut. Didalam ini juga dibahas tentang proses-proses sosial, mengingat bahwa pengetahuan perihal struktur masyarakat saja belum cukut untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai kehidupan bersama dari manusia. dari dua definisi diatas terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Dengan ilmu ini suatu fenomena sosial dapat dianalisa dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut.
Selanjutnya sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. dalam agama Islam dapat dijumpai peristiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi penguasa di Mesir. Mengapa dalam melaksanakan tugasnya Nabi Musa harus dibantu Nabi Harun, dan masih banyak lagi contoh yang lain. Beberapa peristiwa tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosial. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut sulit dijelaskan dan sulit pula dipahami maksudnya. Di sinilah letaknya sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama.
Pentingnya pendekatan sosiologi dalam memahami agama sebagaimana disebutkan di atas, dapat dipahami, karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif, Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini Islam menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut:
1.    Dalam Al-Qur’an atau kitab-kitab hadis, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah.
2.    Bahwa ditekankannya masalah Muamalah (sosial) dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan) melainkan dengan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.
3.    Bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perseorangan. Karena itu shalat yang dikerjakan sendirian (munfarid) dengan ukuran satu berbanding dua puluh derajat.
4.    Dalam islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya (tebusannya) ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
5.    Dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah.


B.    Perkembangan historis pendekatan sosiologis
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Sosiologi mempelajari masyarakat meliputi gejala-gejala social, struktur sosial, perubahan sosial dan jaringan hubungan atau interaksi manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. .
Sosiologi memiliki berbagai paradigma untuk mengkaji suatu masalah, sehingga sosiologi merupakan ilmu sosial yang berparadigma ganda. Adapun struktur paradigma didalam sosiologi adalah sebagai berikut.
Paradigma sosiologi lahir dari teori-teori sosiolog dari masa klasik hingga era modern ini. Menurut Thomas khun mengatakan bahwa paradigma sosiologi berkembang secara revolusi bukan secara kumulatif seperti pendapat sosiolog sebelumnya. Khun menyekemakan munculnya paradigm sebagai berikut:
Paradigma I→ Normal Science→ Anomalies→ Crisis→ Revolusi→ Paradigma II
Sehingga paradigm sosiologi dapat berkembang sesuai dengan fakta sosial. Pradigma ini lah yang akan digunakan sebagai alat untuk mengkaji studi islam, dalam pengkajian studi islam peneliti bebas memilih paradigma yang ada didalam sosiologi untuk mengkaji masyarakat islam. George Ritzer mengetengahkan bahwa paradigma-paradigma dalam sosiologi walaupun hasilnya berbeda namun tidak ada perselisihan diantara paradigm tersebut selama masih sejalan dengan hukum ilmiah. Meskipun begitu umumnya paradigma itu memiliki keunggulan pada masing-masing masalah yang dikajinya .
Dalam sosiologi ada pranata sosial, pranata adalah sistem norma atau aturan-aturan mengenai aktivitas masyarakat, sementara sosial secara sederhana adalah masyarakat. Jadi dapat disimpulkan pranata sosial adalah himpunan kaidah-kaidah atau aturan-aturan yang dipahami, dihargai, dan ditaati oleh warga masyarakat dan bertujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat . Pelapisan sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam tatanan atau urutan secara bertingkat atau hierarki. Dalam islam sendiri terdapat pelapisan masyarakat hal itu dapat dipelajari melalui wujud pelapisan masyarakat seperti:
1. Tingggi-rendah
2. Bangsawan-rakyat biasa
3. Superior-inferior
4. Unggul-biasa
5. Priyayi-wong cilik dan semacamnya
Munculnya pelapisan sosial karena adanya sesuatu yang dihargai oleh masyarakat, yakni harta benda, ilmu pengetahuan, kekuasaan, keturunan keluarga terhormat, kesalehan dalam agama, dan semacamnya. Ada beberapa teori tentang munculnya lapisan-lapisan dalam masyarakat, yakni:
•    Terjadi dengan sendirinya (otomatis), misalnya lapisan berburu karena kepandaian berburu hewan, atau misalnya seorang dermawan yang dihormati oleh masyarakat.
•    Sengaja disusun untuk mencapai tujuan tertentu, yang sering disebut pembagian kerja, tanggung jawab, dan sebagainya. Misalnya dalam organisasi. Organisasi dalam berbisnis, politik, pendidikan, pemerintahan, dan lainnya.
Sifat sistem lapisan dalam masyarakat ada dua, yakni:
1.    Tetutup, yakni tidak memberikan kesempatan atau kemungkinan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain. contohnya adalah kasta dalam masyarakat Hindu, keturunan bangsawan atau darah biru, dan semacamnya.
2.    Terbuka, yakni memungkinkan seseorang untuk berpindah dari satu lapisan ke lapisan yang lain.

Adapun faktor yang dapat dijadikan titi tolak mencapai kesamaan derajat adalah adanya pengakuan terhadap hak asasi manusia. Sementara faktor-faktor yang membedakan elit dan massa adalah, kekayaan, kedudukan, ilmu penegtahuan, kekuasaan, kehormatan, dan sebagainya. Sedangkan kelas menurut Karl Marx adalah ditentukan oleh faktor ekonomi. Kelas pemilik tanah atau alat-alat produksi dinamakan kaum borjuis. Sedangkan pemilik tenaga untuk disumbangkan disebut kaum buruh atau kaum proletar.
Stereotip adalah gambaran tertentu mengenai sifat seseorang atau sekelompok orang yang bersifat negatif, yang pembentukannya didasarkan pada generalisasi sehingga sifatnya subjektif. Lebih jau lagi stereotif adalah produk dari proses interaksi antar kelompok etnis atau yang terdapat dalam masyarakat yang di dalamnya ada kelompok mayoritas dan minoritas. Faktor-faktor yang memengaruhi stereotif dan prasangka adalah:
    Kepribadian. Contohnya orang yang mempunyai kepribadian otoriter mudah mempunyai prasangka.
    Pengaruh pendidikan orang tua terhadap anak.
    Status, pada umumnya semakin tinggi dan baik tingkat pendidikan seserang, maka semakin sedikit prasangka dan stereotip.
    Peranan sarana komunikasi, seperti, filem, radio, surat kabar, dll.
    Peranan hubungan

C.    Karakteristik pendekatan sosiologis
Dalam displin ilmu sosiologi agama, terdapat berbagai logika teoritis (pendekatan) yang dikembangkan sebagai perspektif utama sosiologi yang seringkali digunakan sebagai landasan dalam melihat fenomena keagamaan di masyarakat. Di antara pendekatan itu yaitu: perspektif fungsionalis, pertukaran, interaksionisme simbolik, konflik, teori penyadaran dan ketergantungan. Masing-masing perspektif itu memiliki karakteristik sendiri-sendiri bahkan bisa jadi penggunaan perspektif yang berbeda dalam melihat suatu fenomena keagamaan akan menghasilkan suatu hasil yang saling bertentangan. Pembahasan berikut ini akan memaparkan bagaimana keempat perspektif tersebut dalam melihat fenomena keagamaan yang terjadi di masyarakat.
1.    Fungsionalisme
Teori fungsionalisme disebut juga teori strukturalisme fungsional. Fungsionalisme merupakan teori yang menekankan bahwa unsur-unsur di dalam suatu masyarakat atau kebudayaan itu saling bergantung dan menjadi kesatuan yang berfungsi sebagai doktrin atau ajaran yang menekankan manfaat kepraktisan atau hubungan fungsional.
Durkheim tertarik kepada unsur-unsur solidaritas masyarakat. Dia mencari prinsip yang mempertalikan anggota masyarakat. Ia menyatakan agama harus mempunyai fungsi, agama bukan ilusi, tetapi merupakan fakta sosial yang dapat diidentifikasi dan mempunyai kepentingan sosial, bagi Durkheim agama memainkan peranan yang fungsional, karena agama adalah prinsip solidaritas masyarakat.
2.    Konflik
Tidak ada seorang sosiolog pun yang menyangkal bahwa perspektif konflik dalam kajian sosiologi bersumber pada ide-ide yang dilontarkan oleh Kal Marx seputar masalah perjuangan kelas. Kemudian diikuti tokoh-tokoh lain yang ikut memberikan kontribusi besar dalam membangun atau memantapkan teori konflik antara lain Charles Darwin, Vifredo Pareto dan Ralf Dahredorf. Kata konflik diartikan sebagai percekcokan, perselisihan atau pertentangan, teori konflik ini mengasumsikan bahwa masyarakat terdiri dari kelompok yang memiliki kepentingan satu sama lain. Mereka selalu bersaing untuk mewujudkan hasrat dan kepentingan mereka. Sehingga seringkali bermuara pada terjadinya konflik antara satu komunitas masyarakat dengan komunitas lain.
Berlawanan dengan perspektif fungsional yang melihat keadaan normal masyarakat sebagai suatu keseimbangan yang mantap, para penganut perspektif konflik berpandangan bahwa masyarakat berada dalam konflik dan pertentangan dipandang sebagai determinan utama alam pengorganisasian kehidupan sosial sehingga struktur dasar masyarakat sangat ditentukan oleh upaya-upaya yang dilakukan berbagai individu dan kelompok untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas yang akan memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka.
Menurut Lewis Coser, ketika terjadi konflik antara satu komunitas dengan komunitas lain, hubungan di antara anggota komunitas cenderung integratife, sekalipun sebelumnya terjadi konflik. Sebaliknya jika tidak ada konflik antar komunitas, terdapat kecenderungan diistegrasi. Tidak ada rasa senasib, rasa bersama, dan solidaritas antar anggota.
3.    Interaksionisme Simbolik
Manusia pada intinya senang dengan simbil-simbol. Bila di suatu tempat tumbuh dan berkembang komunitas, pada saat yang sama akan tumbuh simbol-simbol yang dipahami bersama. Simbol diwujudkan dalam bentuk bahasa baik verbal maupun isyarat, budaya, seni dan lain-lain. Ritus keagamaan dalam perspektif ini dipandang sebagai simbol yang menjadi ciri khas sebuah komunitas.
Masing-masing komunitas memiliki perangkat simbol. Karena itu, antara suatu komunitas dengan komunitas lain atau antara anggota komunitas dengan anggota lainnya akan terjadi interaksi, satu sama lain menunjukkan simbol yang mereka miliki. Karena itu, perspektif ini disebut interaksionisme simbolik. Struktur dan realitas sosial terbentuk akibat adanya interaksi simbol. Cara-cara keberagamaan seseorang terbentuk akibat interaksi simbol.
4.    Pertukaran
Salah satu yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena sosial keagamaan, seperti perubahan dan perilaku sosial ialah teori pertukaran. Menurut teori pertukaran tiada lain ialah melakukan pertukaran yang saling menguntungkan satu sama lain. Menurut perspektif pertukaran, manusia selalu melakukan transaksi sosial yang saling menguntungkan, baik keuntungan materi maupun non materi.
Teori pertukaran dapat dijadikan pendekatan untuk menganalisis realitas dan perubahan sosial. Keberadaan suatu komunitas dalam berhubungan dengan komunitas lain atau hubungan antara dalam suatu komunitas akan berlangsung sampai pada suatu titik dimana satu sama lain merasa puas. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam sebuah komunitas muslim dapat dipandang dari perspektif pertukaran.

IV.    Kesimpulan
Pendekatan sosiologis dalam bidang studi Islam adalah Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini Jamaluddin Rakhmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma realitas agama yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Oleh karena itu, tidak ada persoalaan apakah penelitian agama itu, penelitian ilmu sosial, penelitian legalistis, atau penelitian filosofis. Dengan pendekatan ini semua orang dapat sampai pada agama. Di sini dapat dilihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normalis, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupannya. Oleh karena itu, agama hanya merupakan hidayah Allah dan merupakan suatu kewajiban manusia sebagai fitrah yang diberikan Allah kepadanya.
Paradigma sosiologi lahir dari teori-teori sosiolog dari masa klasik hingga era modern ini. Menurut Thomas khun mengatakan bahwa paradigma sosiologi berkembang secara revolusi bukan secara kumulatif seperti pendapat sosiolog sebelumnya. Khun menyekemakan munculnya paradigm sebagai berikut:
Paradigma I→ Normal Science→ Anomalies→ Crisis→ Revolusi→ Paradigma II
Dalam displin ilmu sosiologi agama, terdapat berbagai logika teoritis (pendekatan) yang dikembangkan sebagai perspektif utama sosiologi yang seringkali digunakan sebagai landasan dalam melihat fenomena keagamaan di masyarakat. Di antara pendekatan itu yaitu: perspektif fungsionalis, pertukaran, interaksionisme simbolik, konflik, teori penyadaran dan ketergantungan. Masing-masing perspektif itu memiliki karakteristik sendiri-sendiri bahkan bisa jadi penggunaan perspektif yang berbeda dalam melihat suatu fenomena keagamaan akan menghasilkan suatu hasil yang saling bertentangan. Pembahasan berikut ini akan memaparkan bagaimana keempat perspektif tersebut dalam melihat fenomena keagamaan yang terjadi di masyarakat.

V.    Penutup
Alhamdulillah wa syukurillah... makalah ini dapat terselesaikan. kami menyadari sepenuhnya, bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam referensi maupun penulisannya. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan pembuatan makalah berikutnya.
Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat untuk pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya. Amiiin.......

Makalah
Disusun Guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Metodologi Studi Islam
Dosen pengampu: Bpk. Iman Fadlillah

Disusun oleh:
Ahmad Isybah Nurhikam
072111044

FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012


DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufiq dan M. Rusli (Ed.), Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogyakarta, 1990), cet. II.
Shadily, Hasan,  Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), ce. I
Soekanto, Soejono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: CV Rajawali, 1982), cet. I.
Mudzhar, Atho, Pendekatan Studi Islam Dalam Teori Dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998)
Nata, Abuddin, MA, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), cet. I.
http://www.surgamakalah.com/2011/12/pendekatan-sosiologis-dalam-metodologi.html
http://stitattaqwa.blogspot.com/2011/09/pengkajian-studi-islam-dengan.html

PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM STUDI ISLAM Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Kang Hikam

0 komentar:

Post a Comment