Makalah
Disusun Guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Pengantar Agama Islam
Dosen pengampu: Drs, Rokhmadi M. Ag
Disusun oleh:
Ahmad Isybah Nurhikam
072111044
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
I. Pendahuluan
Syariat hukum islam (fiqh) merupakan hasil karya fuqoha yang menyangkut kemaslahatan masyarakat. Fiqih diamblkan dari sumber-sumber yang masih global, yang masih membutuhkan penjabaran nash yang masih global ketika dikaitkan dengan kemaslahatan membutuhkan kesungguhan dalam memutuskan suatu hukum yang kita kenal dengan istilah ijtihad.
Dari ijtihad tersebut kita akan mengetahui orang-orang yang melakukannya, sekaligus sejarah terbentuknya fiqih tersebut. Perkembangan fiqih baru menemui titik keemasannya ketika kedaulatan islam berpindah tangan dari tambuk kepemimpinan umayyah ketangan abbasiyah. Fiqih tesebut merupakan jelmaan dari syariat yang mengalami metemorfiosis dari nash yang utuh menjadi sebuah fatwa-fatwa yang nantinya bisa jadi pedoman untuk memecahkan permasalahan yang disesuaikan dengan problematika yang ada sesuai dengan daerahnya masing-masing.
II. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, pemakalah akan membahas mengenai pemikiran ahlul Hadits dan Ahlu Ra’yu, meliputi:
A. Pengertian Ahlu Hadits Dan Ahlu Ra’yu
B. Tokoh-Tokoh Ahlu Hadits dan Ahlu Ra’yu
C. Faktor-Faktor Yang Mendasari Ahlu Hadits Dan Ahlu Ra`yu
D. Perbedaan yang ada antara ahlu hadits dan ahlu ra`yu
III. Pembahasan
A. Pengertian Ahlu Hadits dan Ahlu Ra’yu
1. Ahlu Hadits
Banyak ulama yang telah menyebutkan definisi Ahlul Hadits. Mungkin bisa dikumpulkan dan disimpulkan sebagai berikut : “Ahlul Hadits adalah mereka yang mempunyai perhatian terhadap hadits baik riwayat maupun dirayah, mereka bersungguh-sungguh dalam mempelajari hadits-hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan menyampaikannya serta mengamalkannya, mereka iltizam (komitmen) dengan As-Sunnah, menjauhi bid’ah dan ahli bid’ah serta sangat berbeda dengan para pengikut hawa nafsu yang mendahulukan perkataan manusia di atas perkataan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan mendahulukan akal-akal mereka yang rusak yang bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah”.
Diantara keutamaan Ahlu Hadits yang disebutkan oleh Ulama :
a. Ahlul hadits adalah al-Firqoh an-Najiyah (golongan yang selamat) dan Ath Thoifah Al Manshuroh (kelompok yang menang/ ditolong). Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah berkata tentang Al Firqoh An Najiyah (golongan yang selamat) dan Ath Thoifah Al Manshuroh (kelompok yang menang/ ditolong) : “Jika mereka bukan Ahlul Hadits maka aku tidak tahu siapa mereka”. Hal yang sama dikatakan pula oleh Yazid bin Harun, Abdullah bin Mubarak, Ahmad bin Sinan, Ali bin Al Madini, Imam Al Bukhari, dan lain-lain Rahimahumullahu ajmain.
b. Ahlul Hadits adalah pemelihara ad-Dien dan pembela sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Sufyan Ats Tsaury Rahimahullah berkata: “Para Malaikat adalah penjaga-penjaga langit dan Ashabul Hadits adalah penjaga-penjaga bumi ”. Abu Dawud Rahimahullah menegaskan : “Seandainya bukan kelompok ini (para Ashabul Hadits yang menulis hadits-hadits) maka sungguh Islam akan hilang ”.
c. Ahlul/Ashabul Hadits adalah pewaris harta warisan dan berbagai hikmah yang ditinggalkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
d. Imam Asy-Syafi’i Rahimahullah berkata: “Jika saya melihat salah seorang dari Ashabul Hadits maka seakan-akan saya melihat salah seorang dari shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.” Dalam riwayat lain beliau berkata : “…..seakan-akan saya melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam masih hidup”.
e. Ahlul/Ashhabul Hadits adalah manusia yang terbaik:
• Abu Bakr bin ‘Ayyasy Rahimahullah mengatakan: “Tidak ada satu kaum pun yang lebih baik dari Ashhabul hadits.”
• Kata Imam Ahmad Rahimahullah : “Tidak ada satu kaum pun menurut saya lebih baik dari Ahli Hadits, mereka tidak mengetahui kecuali hadits dan mereka yang paling afdhal berbicara tentang ilmu (Ad Dien) ”. Hal yang serupa dikatakan pula oleh Al Auza’iy Rahimahullah.
• Al-Haq (Kebenaran) senantiasa menyertai Ashhabil hadits
Harun Ar Rasyid Rahimahullah menyatakan: “Saya mencari empat hal lalu saya mendapatkannya pada empat kelompok : Saya mencari kekufuran maka saya mendapatkannya pada Jahmiyah, saya mencari Ilmu Kalam dan perdebatan maka saya mendapatkannya pada Mu’tazilah, saya mencari kedustaan maka saya mendapatkannya pada Rafidhah dan saya mencari Al Haq (kebenaran) maka saya mendapatkannya bersama Ashabul Hadits.”
• Ahlul Hadits adalah para wali Allah Jalla jalaluhu. Yazid bin Harun Rahimahullah mengatakan: “Seandainya Ashabul Hadits bukan para hamba dan wali Allah Subhanahu Wata’ala maka saya tidak mengetahui siapa lagi hamba-hamba dan wali-wali Allah Subhanahu Wata’ala.” Hal yang serupa dikatakan pula oleh Sufyan Ats Tsaury Rahimahullah dan Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah.
2. Ahlu Ra’yu
Menurut bahasa Ar-Ra•yu artinya, pemahaman dan akal budi. Manusia dikaruniai Allah dengan diberikan akal budi, karena hanya satu-satunya makhluk yang mempunyai akal. Dengan akal itulah manusia wajib berpikir tentang segala sesuatu, termasuk berpikir tentang persoalan hukum yang tidak terdapat dalam nas Al Qur•an dan As Sunnah.
Aliran Ra’yu adalah mereka para fuqaha’ Irak yang dalam metode ijtihadnya banyak dipengaruhi oleh metode berfikir sahabat Umar bin Khattab dan Abdullah bin Mas’ud yang keduanya terkenal sebagai sahabat yang banyak menggunakan ra’yu sebagai dasar penentuan hukum syariat.
B. Tokoh-Tokoh Ahlu Hadits dan Ahlu Ra’yu
Perintis jejak pertama yang mengenakan mahkota fuqaha ahlu Hadits adalah para sahabat Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam.
Yang paling masyhur dari mereka antara lain:
1. Khalifah yang empat (Radhiyallahu ‘anhum) :
Abu Bakr Ash-Shiddiq, Umar bin Al-Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib
2. Al-Abadillah (Radhiyallahu ‘anhum) :
Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Az-Zubair, Ibnu Amr, Ibnu Mas’ud, Aisyah, Ummu Salamah, Zainab, Anas bin Malik, Zaid bin Tsabit, mAbu Hurairah, Jabir bin Abdillah, Abu Said Al-Khudri, Mu’adz bin Jabal
3. Setelah sahabat Rasulullah adalah para tokoh tabi’in Rahimahumullah antara lain:
• Said bin Al-Musayyib wafat 90 H, Urwah bin Az-Zubair wafat 94 H, Ali bin Al-Husain Zainal Abidin wafat 93 H, Muhammad bin Al-Hanafiyah wafat 80 H, Ubaidullah bin Abdillah bin Utbah bin Mas’ud wafat 94 H atau setelahnya, Salim bin Abdullah bin Umar wafat 106 H, Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr Ash¬ Shiddiq wafat 106 H, Al-Hasan Al-Bashri wafat 110 H, Muhammad bin Sirin wafat 110 H, Umar bin Abdul Aziz wafat 101 H, Muhammad bin Syihab Az-Zuhri wafat 125 H
4. Kemudian tabi’ut tabi’in dan tokoh mereka Rahimahumullah :
Malik bin Anas wafat 179 H, Al-Auza’i wafat 157 H, Sufyan bin Said Ats-Tsauri wafat 161 H, Sufyan bin Uyainah wafat 193 H, Ismail bin Aliyah wafat 193 H, Al-Laits bin Sa’ad wafat 175 H, Abu Hanifah An-Nu’man wafat 150 H
5. Kemudian pengikut mereka di antara tokoh mereka Rahimahumullah:
Abdullah bin Al-Mubarak wafat 181 H, Waki’ bin Al-Jarrah wafat 197 H, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I wafat 204 H, Abdurrahman bin Mahdi wafat 198 H, Yahya bin Said Al-Qathan wafat 198 H, Affan bin Muslim wafat 219 H
6. Kemudian murid-murid mereka yang berjalan di atas manhaj mereka di antaranya (Rahimahumullah) :
Ahmad bin Hambal wafat 241 H, Yahya bin Ma’in wafat 233 H, Ali bin Al-Madini wafat 234 H
7. Kemudian murid-murid mereka di antaranya (Rahimahumullah) :
Al-Bukhari wafat 256 H, Muslim wafat 271 H, Abu Hatim wafat 277 H, Abu Zur’ah wafat 264 H, Abu Dawud : wafat 275 H, At-Turmudzi wafat 279 H wafat 303 H, An Nasa’i wafat 234 H
8. Kemudian orang-orang yang berjalan di atas jalan mereka dari generasi ke generasi antara lain (Rahimahumullah):
Ibnu Jarir wafat 310 H, Ibnu Khuzaimah wafat 311 H, Ad-Daruquthni wafat 385 H, Ath-Thahawi wafat 321 H, Al-Ajurri wafat 360 H, Ibnu Baththah wafat 387 H, Ibnu Abu Zamanain wafat 399 H, Al-Hakim An-Naisaburi wafat 405 H, Al-Lalika’i wafat 416 H, Al-Baihaqi wafat 458 H, Ibnu Abdil Bar wafat 463 H, Al-Khathib Al-Baghdadi wafat 463 H, AI-Baghawi wafat 516 H, Ibnu Qudamah wafat 620 H
9. Di antara murid mereka dan orang meniti jejak mereka (Rahimahumullah) :
Ibnu Abi Syamah wafat 665 H, Majduddin lbnu Taimiyah wafat 652 H, Ibnu Daqiq Al-led wafat 702 1-1, Ibnu Ash-Shalah wafat 643 H, Ibnu Taimiyah wafat 728 H, Al-Mizzi wafat 742 H, Ibnu Abdul Hadi wafat 744 H, Adz-Dzahabi wafat 748 H, Ibnul Qayyim wafat 751 H, Ibnu Katsir wafat 774 H, Asy-Syathibi wafat 790 H, Ibnu Rajab wafat 795 H
10.Ulama setelah mereka yang mengikut jejak mereka di dalam berpegang dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah sampai hari ini. Di antara mereka (Rahimahumullah) :
Ash-Shan’ani wafat 1182 H, Muhammad bin Abdul Wahhab wafat 1206 H, Al-Luknawi wafat 1304 H, Muhammad Shiddiq Hasan Khan wafat 1307 H, Syamsul Haq Al-Azhim wafat 1349 H, Al-Mubarakfuri wafat 1353 H, Abdurrahman As-Sa`di wafat 1367 H, Ahmad Syakir wafat 1377 H, Al-Mu’allimi Al-Yamani wafat 1386 H, Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh wafat 1389 H, Muhammad Amin Asy-Syinqithi wafat 1393 H, Badi’uddin As-Sindi wafat 1416 H, Muhammad Nashiruddin Al-Albani wafat 1420 H, Abdul Aziz bin Abdillah Baz wafat 1420 H, Hammad Al-Anshari wafat 1418 H, Hamud At-Tuwaijiri wafat 1413 H, Muhammad Al-Jami wafat 1416 H, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin wafat 1423 H, Shalih bin Fauzan Al-Fauzan (h), Abdul Muhsin Al-Abbad (h), Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali (h), Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i wafat 1423 H
Sedangkan Ahlu Ra’yu diantaranya:
Mujtahid Irak, yakni Abu Hanifah dan sahabat-sahabatnya, berhujjah dengan hadis- hadis mutawatir dan masyhur, serta merajihkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh perawi-perawi yang terpercaya dari kalangan ahli fiqih. Salah satu Konsep yang di utarakan oleh hanifah bahwa beliau tidak harus menerima rumusan hukum dari para tabi’in atau dari muridnya sahabat, dia memandang bahwa dirinya setara dengan para tabi’in dan melakukan atau menetapkan hukum dengan qiyasnya sendiri
Mujtahid Madinah yakni Imam Malik dan sahabat-sahabatnya merajihkan apa yang menjadi pendapat penduduk madinah dan meninggalakan semua hadits Ahad yang berbeda dengannya sementara mujtahid yang lain berhujjah denaan segala macam hadis yang diriwayatkan oleh perawi-perawi yang adil dan terpercaya, baik dari kalangan ahli fiqih atau yang lainnya. Imam Malik adalah seorang tokok dihijas dalam segala hal, baik fiqh, al-quran dan hadist, Imam Malik tumbuh besar dikalangan ulama Ahlu Hadits
C. Faktor-Faktor Yang Mendasari Ahlu Hadits Dan Ahlu Ra`yu
Munculnya dua fakultas atau aliran tersebut (Ahlu Hadits dan Ahlu Ra`yu) lebih disebabkan adanya desakan-desakan warisan struktural dan kultural sekaligus. Dimensi struktural yang mengakibatkan lahirnya dua aliran yaitu (M Ali Hasan, 1996: 163)
1) Pengaruh metodologi para sahabat Metodologi yang dipakai oleh Ahlu hadits adalah sikap mereka yang mempertahankan ketentuan nash yang dhohiriyah sekalipun, tidak mau melakuakan intervensi terhadap hadits atau nash kecuali dalam keadaaan terdesak. Mereka tidak menghendaki rasionalisasi hukum. Adapun orang-orang yang termasuk ahlu hadits yaitu Zubair, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr bin Ash. Sedangkan metodologi yang dipakai oleh Ahlu Ra`yu adalah rasio (pemikiran) yang dipelopori oleh Ibnu Mas`ud. Dia sangat terpengaruh oleh pemikiran Umar bin Khattab. Ibnu Mas`ud sangat menagagumi kecemerlangan pemikiran Umar, sebagaimana janji dia yang akan tetap membela Umar walaupun semua orang di bumi menentangnya. Ibnu Mas`ud berkata: “jika semua orang memilih jalan dan Umar memilih jalan yang lain niscaya saya akan memilih jalan Umar.”(Abdullah Fatah,1981:240)
2) Irak notabene wilayahnya merupakan wilayah yang sering terjadi konflik, banyak munculnya penyelewengan hadits dan kebohongan periwayatannya, sedangkan di Hijaz dan Madinah masih banyak hadits dan fatwa sahabat, sehingga mereka tidak perlu melakukan ijtihad dan menggunakan rasio. Berikut adalah faktor-faktor penyebab kemunculan aliran Ahlu Hadits, diantaranya:
komitmen para Ulama Madinah terhadap sunnah dan tidak mengambil logika (Ra’yu) yang kemudian melahirkan madrasah Ahlu hadits disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut:
a. Banyaknya para sahabat yang menghafal hadits Rasulullah SAW di Madinah dikarenakan yang menetap di kota ini ternyata lebih banyak daripada yang berhijrah ke negeri orang lain. Dengan demikian sangat mudah untuk mendapat hadits Nabi SAW. Di negeri Hijaz selain disitu juga menetapkannya tiga khalifah yang menjadikan Madinah sebagai pusat pemerintahan, fatwa dan qhada mereka sangat terkenal, mereka juga bebas dari fitnah khawarij dan syiah, serta kelompok radikal. Oleh sebab itu, tidak ada pemalsuan hadits di kota Madinah yang kemudian di nisbatkan kepada Rasulullah SAW. Semua ini memudahkan mereka untuk menguasai hadits sehingga tidak perlu mengambil pendapat pribadi.
b. Sedikitnya problematika yang muncul, karena syariat turun di negeri ini selama 23 tahun sehingga semua bisa diberikan corak islam yang murni.
c. Para Tabi’in yang ikut dengan gaya guru-gurunya dari kalangan sahabat seperti Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar, dan Aisyah. Mereka ini sangat terkenal berkomitmen tinggi dengan sunnah dan tidak memakai pendapat pribadi.
Dimensi kultural yang mengakibatkan lahirnya dua aliran adalah:
a) Irak jauh dari bumi Nabi dan hadits, irak merupakan negara yang terbuka untuk semua kebudayaan dan peradaban lain. Dengan adanya alasan tersebut maka para fuqoha yang dihadapkan pada problematika permasalahan hukum dituntut untuk menyelesaikannya secara cepat, maka secara terpaksa mereka mengerahkan kemampuan yang mereka miliki dengan pemilahan mereka sendiri yang dasarnya bersumber pada al-Qur`an dan hadits. Dengan selalu menggunakan rasionya fuqoha Irak mendapatkan keistimewaan sendiri, yaitu mereka bisa memprediksikan suatu peristiwa yang akan terjadi sekaliagus menetapkan hukumnya. Contohnya pada zaman itu belum ada yang namanya memindah anggota tubuh (diantaranya cangkok paru-paru atau yang lainnya) tapi mereka suadah memberikan rambu-rambu hukum tentang permasalahan tersebut.
b) Madinah dan Hijaz adalah gudang ilmu Islam, disana banayak para ulama. Madinah dan Hijaz juga suasana wilayahnya sama seperti pada masa Nabi SAW. Jadi untuk mengatasinya permasalahan cukup permasalahan dengan mengandalkan literatur Al qur`an dan hadis serta ijma` sahabat. (Ahmad Hanafi.1986: 205)
D. Perbedaan yang ada antara Ahlu Hadits dan Ahlu Ra`yu
Masing-masing dari kedua madzhab fiqh tersebut mempunyai pandangan yang berbeda dalam metode penggalian hukum. Meskipun demikian kedua belah pihak sepakat bahwa sumber hukum utama adalah al-Kitab dan al-Sunah. Semua hukum yang bertentangan dengan kedua sumber tersebut wajib ditolak dan tidak diamalkan.
Dengan adanya perbedaan faktor yang memunculkan dua alirannya tersebut diatas, maka dalam memutuskan hukumnya akan sangat berbeda. Akan tetapi pada dasarnya tidak berarti bahwa fuqoha Irak tidak mangguanakan hadits dalam pembentukan hukum, dan juga tidak berarti bahwa fuqoha hijaz tidak berijtihad dan menggunakan ra`yu karena kedua kelompok ini Rahimmahumullah pada dasarnya sepakat bahwa hadits adalah hujjah Syar`iyyah yang menentukan dan ijtihad dengan Ra`yu yakni dengan Qiyas, adalah juga hujjah syar’iyyah bagi hal-hal yang tidak ada nashnya. Contoh perbedaan pendapat ahlu hadits dan ahlu ra`yu:
a. Kasus: zakat 40 ekor kambing adalah 1 ekor kambing:
- Pendapat Ahlu Hadits (fuqoha Hijaz) : harus membayar zakatnya dengan wujud 1 ekor kambing sesuai yang diterangka hadits dan dianggap belum menjalankan kewajiban apabial dibayar dengan harga yang senilai.
- Pendapat Ahlu Ra’yu (Fuquha Irak) : muzakki wajib membayar zakatnya itu dengan 1 ekor kambing atau dengan harga yang senilai dengan seekor kambing.
b. Kasus: zakat fitrah itu 1 sha` tamar (kurma) atau syair (gandum)
- Pendapat Ahlu Hadits (fuqoha Hijaz) : harus membayar zakatnya dengan 1 sha` tamar sesuai yang diterangkan hadis dn dianggap belum menjalankan kewajiban apabiala dibayar dengan harga yang senilai.
- Pendapat Ahlu Ra`yu (fuqoha Irak) : muzakki wajib membayar zakat fitrah itu dengan 1 sha` tamar atau denagn haraga senilai 1 sha` tamar tersebut.
c. Mengembalikan kambing yang terlanjur diperas air susunya harus dikembalikan dengan 1 sha` tamar.
- Pendapat Ahlu Hadits (fuquha Hijaz): harus menggantinya dengan membayar 1 sha` tamar sesuai yang diterangka hadis dan dianggap belum menjalankan kewajiban apabila dibayar dengan harga yang senilai.
- Pendapat Ahlu Ra`yu (fuqoha Irak) : menggantinya dengan harga yang senilai dengan ukuran air susu yang diperas berati telah menunaikan kewajiban. Dari contoh diatas kita dapat mengetahui ahli hadis dari nash-nash ini menurut apa yang ditunjuk oleh ibarat-ibaratnya secara lahiri, dan mereka tidak membahas illat tasyrik (sebab disyariatkan). Sedangkan ahli ra`yi memahami nas-nash tersebut menurut maknanya dan maksud disyariatkan oleh sang pembuat syariat, Allah SWT.
Sebab terpenting yang membawa ikhtilaf dua pengaruh kelompok tersebut adalah:
1. Realita yang dihadapi ahlu hadits
a. Memiliki kekayaan atsar-atsar (hadits dan fatwa sahabat)yang dapat digunakan dalam membentuk hukum-hukum dn dijadikan sandaran.
b. Menghadapi realita masyarakat yang cenderung homogen tanpa terjadinya hal-hal yang berpengaruh pada sumber-sumber tasyrik.
c. Muamalat. Aturan, dan tata tertib yang berada di Hijaz sangat dipengaruhi oleh generasi-generasi Islam yang memang tinggal di daerah tersebut.
2. Realita yang dihadapi Ahlu Ra`yu
a. Tidak memiliki kekayaan atsar sehingga berpegangan atas akal mereka, berijtihad memahami untuk memahami ma`kulnya nash dan sebab-sebab pembentukan hukum. Dalam hal ini mereka mengikuti guru mereka Abdullah Ibnu Mas`ud ra.
b. Menghadapi realita terjadinya fitnah yang membawa pada pemalsuan dan pengubahan hadits-hadits. Karenanya mereka sangat hati-hati dalam menerima riwayat hadits. Mereka menetapakan bahwa hadits haruslah masyhur dikalangan fuqoha`.
c. Kekuasaan Persia banyak meninggalkan aneka ragam bentuk muamalat dan adat istiadat, serta aturan tata tertib, maka lapangan ijtihad menjadi demikian luas di Irak. Para ulama bisa melakukan pembahasan dan menuangkan pemikiran.
IV. Kesimpulan
Ahlu hadits yang termasuk kedalam kelompok ini adalah ulama hijaz, mereka mencurahkan diri untuk menghafal hadits dan fatwa-fatwa sahabat. kemudian mengalahkan pembentukan hukum atas dasar pemahaman terhadap hadits-hadits dan fatwa-fatwa tersebut. Mereka menjauhi larangan berijtihad dengan pendapat dan tidak menggunakannya kecuali dalam keadaan yang sangat darurat.
Ahlu Ra’yu termasuk dalam kelompok ini adalah mujtahid-mujtahid Irak. Mereka memiliki pandangan yang jauh tentang maksud-maksud syari’at. Mereka tidak mau menjauhi pendapat kerena pertimbangan keluasan Ijtihad, dan mereka menjadikan pendapat sebagai lapangan luas dalam sebagian besar pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan pembentukan hukum dll.
faktor-faktor yang mendasari ahlu hadits dan ahlu ra`yu:
a. Pengaruh metodologi para sahabat.
b. Irak notabene wilayahnya merupakan wilayah yang sering terjadi konflik
Perbedaan yang ada antara ahli hadis dan ahli ra`yu. adanya perbedaan faktor yang memunculkan dua alirannya tersebut maka dalam memutuskan hukumnya akan sangat berbeda akan tetapi pada dasarnya tidak berarti bahwa fuquha Irak tidak mangguanakan hadis adalam pembentukan hukum, dan juga tidak berarti bahwa fuqoha Hijaz tidak berijtihad dan menggunakan Ra`yu karena kedua kelompok ini Rahimmahumullah pada dasarnya sepakat bahwa hadis adalah hujjah syar`iyyah yang menentukan dan ijtihad dengan Ra`yu yakni dengan Qiyas, adalah juga hujjah syariyyah bagi hal-hal yang tidak ada nashnya.
V. Penutup
Alhamdulillah wa syukurillah... makalah ini dapat terselesaikan. kami menyadari sepenuhnya, bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam referensi maupun penulisannya. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan pembuatan makalah berikutnya.
Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat untuk pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya. Amiiin.......
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jamal, Hasan. 2003. Biografi 10 imam Besar. Jakarta: Pustaka Al-Kaustar.
Khalil, Rasyad Hanan. Tarikh Tasyri’ al-islamiy. alih bahasa: Nadirsyah Hawari. 2009. Tarikh Tasyri’ Sejarah Legislasi Hukum Islam. Jakarta: Azmah.
Ma’shum Zein, Muhammad. 2008. Arus pemikiran Empat Mazdhab Studi Analisis Istinbath Para Fuqaha. Jombang: darul Hikmah.
Supriyadi, Dedi. 2007. Sejarah Hukum Islam Dari Kawasan Jazirah Arab Sampai Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.
Billah philip, Abu Ameanah. 2005. Asal-Usul dan Perkembangan Fiqh. (Bandung: Nusa Media.
http://www.wahdah.or.id/wis/index.php?option=com_content&task=view&id=174&Itemid=138
http://mutiarahadits.wordpress.com/2009/02/05/siapakah-ahlul-hadits-atau-ashabul-hadits-itu/#more-8 diakses tanggal 18 Februari 2012 pukul 12:12 WIB
http://alif-belajar.blogspot.com/2011/09/para-ulama-ahlul-hadits.html
http://najiyah1400h.wordpress.com/2008/06/13/mengenal-tokoh-tokoh-ahlul-hadits/
http://www.scribd.com/doc/69195964/Definisi-Ar-Ra-Yu
http://wwwaninovianablogspotcom.blogspot.com/2010/12/tasyri-periode-ahli-hadits-dan-rayi.html?showComment=1329671807002#c8350557021405519139
0 komentar:
Post a Comment