I. PENDAHULUAN
Pertumbuhan hukum-hukum fiqh, bersamaan lahirnya agama islam, karena agama islam merupakan kesatuan dari akidah akhlaq dan hukum amaliyah. Hukum amaliyah sudah ada sejak zaman rasulallah terdiri dari beberapa hukum yang ada dalam al-Qur'an. Seperti fatwa untuk sebuah masalah tertentu. Kumpulan hukum fiqh ini pada permulaannya diambil dari hukum Allah dan rasulNYA, sedangkan sumbernya adalah al-qur'an dan al-hadist. Dalam makalah ini kami akan mencoba menjabarkan tentang pertumbuhan dan perkembangan ilmu ushul fiqh.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Ijtihad Pada Zaman Rasulallah.
B. Perkembangan Ushul Fiqh Periode Tabi'in Dan Tabi'it Tabi'in.
C. Orang Pertama Yang Menghimpun Ilmu Ushul Fiqh.
III. PEMBAHASAN
Ilmu ushul fiqh adalah kaidah-kaidah usaha untuk memperoleh hukum-hukum syara’ tentang perbuatan dari dalil-dalil, antara lain dilakukan dengan jalan ijtihad.
Sumber hukum pada masa Rasulallah hanyalah Al-qur’an dan As-sunnah.
Hanya saja jika hasil ijtihad Beliau salah, Allah menurunkan wahyu yang tidak membenarkan hasil ijtihad Beliau dan menunjukan yang benar. Sebagai contoh hasil ijtihad beliau tentang tindakan yang di ambil terhadap tawanan perang Badar. Pendapat Abu Bakar agar tawanan dibebaskan dengan cara membayar tebusan. Sedangkan pendapat Umar bin Khatab, tawanan harus dibinuh karna telah mendustakan dan mengusir Rasulallah dari Makkah. Kemudian beliau memilih pendapatnya Abu Bakar . turunlah ayat yang tidak membenarkan pilihan beliau dan menunjukan yang benar, yakni :
مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآَخِرَةَ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (67)
Artinya : tidak patut seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah maha kuasa lagi maha bijaksana. (al-anfal. 67)
Kegiatan ijtihad pada masa ini, bukan saja dilakukan beliau sendiri, melainkan juga memberi izin kepada para sahabatnya untuk melakukan ijtihad dalam menyelesaikan suatu masalah yang belum ada ketentuanya di dalam Al-qur’sn.
Namun, hasil ijtihad para sahabat tidak bisa dijadikan sumber hokum bagi kaum muslimin kecuali, ijtihad tersebut sudah mendapat pengesahan dari Rasulallah dan tidak diturunkannya wahyu yang tidak membenarkannya.
Dari contoh ijtihad yang dilakukan oleh Rasulallah dan demikian pula yang dilakukan para sahabatnya baik rasulallah masih hidup ataupun sudah wafat, tampak adanya cara-cara yang digunakannya sekalipun tidak dikemukakan atau disusun kaidah-kaidahnyasebagai mana yang kita kenal ilmu ushul fiqh. pada masa rasulallah dan sahabat tidak dibutuhkan kaidah-kaidah ushul fiqh, karena Rasulallah mengetahui cara-cara nash dalam menunjukan hokum, baik secaa langsung maupun tidak langsung. Demikian para sahabat karena meeka mengetahui asbabun nuzul ayat-ayat al-qur’an dan asbabun wurud Al-hadist. Dengan pengetahuan yang mereka miliki itu, mereka mampu berijtihad tanpa membutuhkan adanya kaidah-kaidah.
Setelah daulah islamiyah berkembang banyak pengikutinya yang non-arab maka, umat islam dihadapkan dengan masalah baru. Yang menjadikan imam mujtahid semakin dituntut untuk mengembangkan lapangan ijtihad dan penetapan hukum syari'at islam untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
Seluru hukum disandarkan pada dua kodifikasi, yakni periode rasulullah dan periode sahabat. Pada masa ini kodifikasi hukum mulai dirintis bebarengan dengan kodifikasi sunnah. karna talah dilengkapi dengan berbagi dalil, ilat dan kaidah maka hukum-hukum tersebut tersusun sebagai ilmu yang menghasilkan berbagai cabang ilmu pengetahuan. Ilmu fiqh yang pertama dihimpun adalah kitab Al-Muwatha' karya imam malik bin annas yang disusun atas intruksi khalifah Al-Manshur. Al-Hadist dan fiqh imam malik dijadikan dasar fiqh orang-orang hijaz. Dan beberapa kitab fiqh seperti karya Abu Yusuf yang menjadi rujukan fiqh di irak, kitab Al-Um karya Muhamad bin idris Asy- syafi'i yang juga di jadikan dasar fiqh madzab syfi'i.
Adapun ilmu Ushul Fiqh, lajhir sejak abad dua hijriah namun, ilmu tersebut berkembang begitu sederhana dan secara bertahap ilmu tersebut berusia mencapai 200 tahun. Sejak saat itulah ilmu tersebut mulai berkembang pesat. ilmu tersebut pada abad pertama hijriyah memang tidak diperlukan karena keberadaan SAW. Masih bisa mengeluarkan fatwa dan memutuskan suatu hukum berdasaekan ajaran Al quran, assunah dan apa yang diwahyukan kepada Beliau. Disamping itu secara fitri, ijtihad rosul tidak memerlukan ushul atau kaidah-kaidah yang dijadikan sebagai istinbat dan ijtihad. Para sahabat juga melakukan istinbat berdasarkan kemampuan potensial mereka dalam membina hukum syariat islam yang terpusat dalam jiwa raga mereka yang disebabkan akrabnya mereka dengan rasulullah dalam pergaulan.
Namun, ketika dunia islam semakin meluas dengan hasil kemenangan yang diraih maka, timbulah interaksi dengan bangsa lain. Sehingga bercampurlah sinonim dan gaya bahasa arab, akibatnya naluri bahasa merekea tidak murni lagi. maka terjadila kontaminasi dan kemungkinan yang terjadi didalam memahami nash.
Orang pertama yang menghimpun kaidah-kaidah ushuln fiqh secara sistematis yang masing-masing kaidah dikuatkan dengan dalil dan ulasan yang baik, ialah Imam Muhamad Bin Idris Asy-syafi'i (150-204 H.) kitab himpunannya itu disebut Ar-risalah (RISALAH USHULIYAH) yang kemudian diteruskan oleh pengikutnya Ar-Rabi' Al-Muwardi. Ulama kalam pun meniru metode dan sistem penyusunan disiplin ilmu ini. Ulama kalam dalam penyusunan ilmu ini menyertakan pembuktian atas kaidah-kaidah dan pembahasan ilmu ini secara logis, rasional, dan teoritis serta didukung oleh bukti yang ada inilah keistimewaan ulama kalam.
Adapun ulama Abu Hanafiah mempunyai kelebihan tersndiri dalam menyusun kaidah dan pembahasan ushuliyah, mereka meyakini bahwa imam mereka telah membangun ijtihad atas dasar kaidah dan pembahasan ushuliyah. Mereka tidak menerapkan kaidah-kaidah praktis yang merupakan cabang atau bagian dari kaidah-kaidah hukum yang menjadi ketetapan imam mereka maka, mereka pun berbicara soal furu'.
Sebagian ulama menyusun dengan memadukan dua metode tersebut dengan meneliti kaidah-kaidah ushuliyah yang menggunakan dalil-dalil berdasarkan kaidah-kaidah ushul. Ada beberapaKitab-kitab yang tersusun menggunakan metode ini.
IV. KESIMPULAN
Definisi, obyek, tujuan dan pertumbuhan dalam hubungan dengan ilmu-ilmu lain, baik penyusunanya, hukum mempelajari dari seluruh masalahnya, disebut sebagai prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, yang dalam bahasa arabsering disebut sebagai Mabadiu'ul ilmi. Setelah daulah islamiyah berkembang banyak pengikutinya yang non-arab maka, umat islam dihadapkan dengan masalah baru. Yang menjadikan imam mujtahid semakin dituntut untuk mengembangkan lapangan ijtihad dan penetapan hukum syari'at islam untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.Seluruh hukum disandarkan pada dua kodifikasi, yakni periode rasulullah dan periode sahabat.
0 komentar:
Post a Comment